Senin, 21 Juni 2010

HUJAN

Pengertian Hujan
Hujan adalah suatu fenomena alam yang kejadiannya begitu acak baik waktu, lokasi, dan besarannya, sehingga sulit diperkirakan. Hujan yang diperhatikan dalam analisis adalah hujan yang tercatat pada stasiun pencatat hujan yang berada dalam DAS yang ditinjau. Umumnya data hujan yang diperlukan adalah 5-20 tahun pencatatan untuk data hujan harian, dan 2-5 tahun pencatatan untuk data hujan jam-jaman. Data yang akan digunakan dipilih atas dasar ketersediaan data yang menerus dan agihan letak stasiunnya.

Jenis Hujan
Berdasarkan atas kejadiannya, hujan dibedakan menjadi:
a.Hujan konvektif:
hujan yang disebabkan karena naiknya udara ke masa yang lebih rapat dan dingin. Hujan ini sangat berubah-ubah dan intensitasnya sangat bervariasi
b.Hujan orografik:
Hujan yang disebabkan oleh pengangkatan mekanis diatas rintangan pegunungan. Didaerah pegunungan, pengaruh orografik sangat menonjol sehingga pola hujan badai cenderung menyerupai pola hujan tahunan rerata.

Pengukuran Hujan
1.Jenis alat ukur
a.Manual:
Alat ukur ini dilengkapi gelas ukur penampung hujan yang dibaca minimal 2 x sehari.


Gambar Alat pencatat hujan

b.Otomatik:
Alat ukur ini dilengkapi dengan alat pencatat otomatis yang menggambarkan sendiri tiap kenaikan hujan yang tertampung di dalam gelas. Bila gelas penuh, air dalam gelas akan tumpah dengan sendirinya sehingga gelas kosong. Data yang tercatat adalah akumulasi hujan tiap periode waktu tertentu. Dengan alat ini bisa diketahui kejadian hujan dalam satuan waktu yang singkat (bisananya dibaca per menit). Data dari alat pencatat ini umum digunakan untuk menghitung intensitas hujan atau agihan hujan jam-jaman.

2.Penempatan alat ukur
Alat pencatat hujan ditempatkan pada daerah terbuka dengan ketinggian diatas permukaan tanah 2m (standar). Jarak benda lain terhadap alat ukur ini ditentukan berdasar pandangan 45 drajat dari alat ukur.


Gambar Contoh penempatan alat pencatat hujan yang salah

3.Hujan titik
Hujan yang tercatat pada alat ukur adalah hujan titik. Kualitas data hujan sangat beragaman tergantung alat, pengelola, dan sistem arsip. Data hujan yang hilang tidak dapat diisi.

Interpretasi Data Hujan
1.Hujan wilayah
Untuk keperluan analisis hujan rancangan, diperlukan data hujan daerah aliran sungai atau hujan kawasan harian maksimum tahunan. Hujan kawasan dapat ditentukan berdasarkan hujan titik dengan berbagai cara yang ada, yakni Rerata Aljabar, Poligon Thiessen, atau Isohiet. Dari 3 cara yang disebutkan, cara Isohiet menghasilkan ketelitian paling tinggi, tetapi kurang didukung dengan ketersediaan data. Cara Poligon Thiessen lebih umum digunakan dalam beragam analisis. Persamaan tiap cara untuk mendapatkan hujan wilayah adalah sebagai berikut:

Cara Rerata Aljabar:
Cara ini berdasarkan asumsi bahwa semua alat penakar curah hujan memiliki pengaruh yang setara, sehingga cocok untuk kawasan dengan topografi datar dengan sebaran alat penakar curah hujan yang merata dan harga individual curah hujannya tidak terlalu jauh dari harga rata–ratanya.


Cara Poligon Thiessen
Cara ini dikenal juga sebagai cara rata–rata timbang (weighted mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis–garis sumbu tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan dua pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan lainnya adalah linier dan sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.


dengan:
P = hujan wilayah (mm)
PN = hujan masing-masing stasiun pencatat hujan (mm)
Aw = luas wilayah (Km2)
AN = luas masing-masing poligon (Km2)
N = jumlah stasiun pencatat hujan

Cara Isohiet:


dengan:
Ai = luas antara dua garis isohiet (Km2)

Karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan perencanaan hidrologi antara lain :
1.Tinggi hujan (d) = jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar (mm).
2.Lama waktu / durasi (t) = adalah lama waktu hujan turun dalam satuan waktu (menit/jam).
3.Intensitas hujan (I) = laju hujan atau tinggi air per satuan waktu (mm/menit, mm/jam).
4.Frekuensi = jumlah kejadian hujan yang terjadi dan biasanya dinyatakan dengan kala ulang (return period), misalnya sekali dalam 2, 5, 10, 20, 50, 100 tahun
5.Luas (A), adalah luas geografis daerah sebaran hujan.


Gambar Rerata aljabar (kiri), Poligon Thiessen (tengah), Isohiet (kanan)

2.Uji konsistensi (kepanggahan)
Data yang diperoleh dari alat pencatat bisa jadi tidak panggah karena: alat pernah rusak, alat pernah pindah tempat, lokasi alat terganggu, atau terdapat data tidak sah. Uji konsistensi dapat dilakukan dengan lengkung massa ganda (double mass curve) untuk stasiun hujan ≥3 (tiga), dan untuk individual stasiun (stand alone station) dengan cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), Sri Harto (2000). Bila yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:

dengan k = 1, 2, 3, ..., n




dengan:
Yi = data hujan ke-i
Y = data hujan rerata -i
Dy = deviasi standar
n = jumlah data

Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik:
Q = maks Sk**, 0 ≤ k ≤ n, atau
R = Maksimum Sk**-minimum Sk**, dengan 0 ≤ k ≤ n
Nilai kritik Q dan R ditunjukkan dalam Tabel


Tabel Nilai kritik Q dan R

3.Uji jaringan
Beragam referensi menyebutkan jumlah stasiun pencatat hujan yang harus ditempatkan pada DAS dengan persyaratan tertentu seperti luas, ketinggian, dan sebagainya, tanpa menyebutkan penempatannya. Mengingat sifat-sifat hujan, jumlah alat pencatat hujan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan kejadian dan sebarannya. cara Kagan cocok digunakan untuk memperkecil kesalahan Sri Harto dan Sudjarwadi (2000). Gambar B.4 ilustrasi poligon Thiessen dan Gambar B.5 ilustrasi jejaring Kagan. Persamaan yang digunakan dalam cara Kagan adalah sebagai berikut:

Cara Kagan:


dengan:
L = panjang sisi segitiga (Km)
A = luas wilayah (Km2)
N = jumlah stasiun pencatat hujan



dengan:
rd = korelasi antar stasiun dengan jarak d km,
r0 = korelasi antar stasiun dengan jarak yang sangat kecil (± 0 km ),
d = jarak antar stasiun (km),
d0 = radius korelasi.



dengan:
Zl = kesalahan perataan (%)
Cv = koefisien varian
A = luas wilayah (km2)
N = jumlah stasiun hujan



dengan:
Z3 = kesalahan interpolasi (%)
S = standar deviasi


Gambar Contoh Poligon Thieesen Sub


Gambar Contoh Jejaring Kagan

4.Intensitas hujan
Hujan (i) merupakan laju hujan rerata dalam mm/jam untuk suatu wilayah/luasan tertentu. Intensitas hujan tersebut dipilih berdasarkan lama hujan dan kala ulang (T) yang telah ditentukan. Lama hujan biasanya dihampiri dengan waktu konsentrasi (tc) untuk wilayah tersebut, sedang kala ulang didasarkan pada standard yang ada. Besarnya intensitas hujan dapat diperoleh dari lengkung hubungan antara tinggi hujan, lama hujan dan frekuensi atau sering disebut sebagai lengkung hujan seperti yang ditunjukkan pada gambar.


Gambar Contoh lengkung hujan untuk berbagai kala ulang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar